Kiriman
Rina_Wiriana@app.co.id wrote:
Bagi yg
sudah pernah baca, luangkan waktu untuk baca sekali lagi Ini adalah cerita
sebenarnya ( diceritakan oleh Lu Di dan di edit oleh Lian Shu Xiang )
Sebuah
salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga. Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah
terbuka,tetapi segalanya sudah
terlambat. Membawa Ibu utk tinggal bersama
menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2
tahun menikah, saya dan
suami
setuju menjemput Ibu di kampung utk tinggal bersama.
Sejak
kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan Ibu,
Ibu pula yg membesarkannya dan
menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.
Saya
terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk Ibu, agar dia dapat
berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat
kaya dgn sinar
matahari,
tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan
dalam film India
dan berkata :"Mari,kita jemput Ibu
di kampung".
Suami
berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg
bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja
bisa diangkat dan dimasukan kedalam
kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba
mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku
berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.
Kebiasaan
Ibu di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga
segar, sampai akhirnya Ibu tidak tahan lagi dan berkata kepada
suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku
menjelaskannya kepada Ibu:"Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman
dan suasana hati lebih gembira."Ibu
berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa:
"Ibu,
ini kebiasaan orang kota
, lambat laun ibu akan terbiasa juga."
Ibu
tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,dia
tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia
selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang
barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku
jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil
berkata:"Putriku, kan
kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun,
keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.
Ibu
sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi
untuk dia sendiri, di mata Ibu seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal
yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah Ibu selalu cemberut dan aku sengaja
seperti tidak mengetahuinya. Ibu selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan
seperti sumpit dan sendok, itulah cara
dia protes.
Aku
adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih,
aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat
musim dingin. Ibu kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu
aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong
bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti
tempat pemulungan kantong plastik,
dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong
plastik.
Kebiasaan
Ibu mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya
dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah
tidur.Suatu hari, Ibu mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia
segera masukke kamar sambil membanting pintu dan menangis.Suamiku jadi serba
salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan
dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?"
Dia melotot sambil berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan
dengan pring itu bisa membuatmu mati?"
Aku dan
Ibu tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana mejadi kaku. Suamiku
menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Ibu tidak lagi
membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan
menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika
melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu
melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri? Demi
menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar
pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu di, apakah kamu
merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan
di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg
mengalir di kedua belah pipiku.Dan dia akhirnya berkata:"Anggaplah ini
sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi."Aku mengiyakannya
dan kembali ke meja makan yg serba canggung itu.
Pagi
itu Ibu memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg
sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua.Aku menahannya
sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi
perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi
dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan Ibu dan
berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa
berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!... Pertama kali dalam
perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, Ibu melihat kami dengan mata merah dan
berjalan menjauh……suamiku segera mengejarnya keluar rumah.
Menyambut
anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa Ibu. Selama 3 hari suamiku tidak
pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak
kedatangan Ibu di rumah ini, aku sudah banyak
mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan
kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh
sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Lu Di, sebaiknya
kamu periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku
baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip
juga kesedihan. Mengapa suami dan Ibu sebagai orang yg berpengalaman tidak
berpikir sampai sejauh itu?
Di
pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah
drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba
membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan
tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku.
Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil
taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang
anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai
aku minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi air
mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat sangat
buruk?
Sampai
di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar
matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah
malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat
dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya.
Aku nenatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata.. Dia seperti tidak melihatku
saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku..
Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam
saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang. Aku tersenyum
sambil menitikan air mata.
Aku
tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah
ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di
kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku dengan
wajah bingung."Ibunya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu
lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar.Aku segera
menuju rumah sakit dan saat menemukannya, Ibu sudah meninggal. Suamiku tidak
pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad Ibu yg terbujur kaku.
Sambil menangis aku menjerit dalam hati:"Tuhan, mengapa ini bisa
terjadi?"Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur
sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.
Peristiwa
kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu Ibu berjalan ke arah
terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, Ibu
juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya
dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan
kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar,
jika............dimatanya, akulah penyebab kematian Ibu.
Suamiku
pindah ke kamar Ibu, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau
asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku
terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga
memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai
anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini.
Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu
berlalu dengan sangat lambat.Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal
satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.
Suatu
hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi
jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak
rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi.
Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya.
Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus
berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak
berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar
mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jangtungku terasa sangat keras,
setiap detak suara seperti suara menuju kematian.
Akhirnya
aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak.. mungkin aku akan
jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.Malam itu dia tidak pulang ke rumah.
Seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal Ibu, rajutan
cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke
rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas
dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak
ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan
semua ini... Tetapi itu tidak terjadi........., semua berlalu begitu saja.
Aku
mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap kali
melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa
hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku
seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai
pembuktian kepada Ibu bahwa aku tidak bersalah.
"Suatu
hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh
dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja, tidak perlu tanya aku
juga tahu surat
apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka
mantel dan topi aku berkata kepadanya:""Tunggu sebentar, aku akan
segera menanda tanganinya"".Dia melihatku dengan pandangan
awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis,
jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar
air mata ini tidak keluar.
Selesai
membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku
yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan menyodorkan
kepadanya.""Lu Di, kamu hamil?"" Semenjak Ibu meninggal,
itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air
mataku yg menglir keluar dengan derasnya... Aku menjawab:""Iya,
tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam
keremangan ruangan kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan
badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di lubuk
hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil
kembali."Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan
kata:"Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk
memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah
aku lupakan.Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini
adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.
Berharap
dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah
kembali.Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup.
Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan
pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak juga berbicara
lagi dengannya. Sejak menanda tangani surat
itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak
berbekas.
Kadang
dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang
tamu, dia terpaksa kembali ke kamar Ibu. Malam hari, terdengar suara orang
mengerang dari kamar Ibu tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainan dia
dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai
aku menghampirinya dan bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil
tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........, itu adalah dulu, saat cintaku masih
membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?
Begitu
seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku
lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi,
perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi
setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba
menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam
kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard
komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya
pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.
Suatu
malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak
dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak
pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan
berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan
erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah
sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus
kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa
lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?
Sampai
dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat
aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum
padanya... Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan
wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya,
dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu
terjerambab ke lantai.. Aku berteriak histeris memanggil namanya.
Setelah
sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya………aku pernah berpikir
tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya
tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata dokter,
kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari
ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi?
5 bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk.
Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke
kamar Ibu lalu menyalakan komputer.
Ternyata
selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir
dia sedang bersandiwara…………Sebuah surat
yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak
kami."Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu.
Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua
bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya
bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer
ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan
hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran
ayah."""Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup
selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh
menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan adalah orang yg paling
ayah cintai"".
Mulai
dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD ,
SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga
menulis sebuah surat
untukku.""Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku
rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah
memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu
oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku.
Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya
kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis
semua tahun pemberian padanya""."
Kembali
ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan
membaringkannya diatas dadanya sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu
sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan
hangatnya pelukan ayahnya".Dengan susah payah dia membuka matanya,
tersenyum...............anak itu tetap dalam dekapannya, dengan tangannya yg
mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah
menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air
mata......................
Teman2
terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar kita semua bisa menyimak
pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian sedang jatuh mengalir
atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah pesan dari cerita ini
:"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara kalian yg saling
mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan didalam hati. Siapa tau apa yg
akan terjadi besok? Ada
sebuah pertanyaan: Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan
menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan?
Sebelum segalanya menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita
lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.
Diterjemahkan secara bebas oleh (aku)
Thanks and best regards, Suher
Import Division
PT. Pan Brothers Tbk Phone : (62)
21-53660838 Ext 292 email : suherjati@pbrx.co.id