Aku (Engkau) Bukanlah Musa dan Engkau (Aku) Juga Bukanlah Fir’aun

Hukum asalnya nasihat dan dakwah  adalah lemah-lembut,

Kepada orang selevel Fir’aun saja harus berdakwah dengan kata-kata yang lemah lembut, apalagi kita akan mendakwahkan saudara kita seiman?. Maka gunakanlah kata-kata yang lembut dan bijaksana lagi penuh hikmah.

Berkata-kata kasar, tidak layak keluar dari lisan seseorang yang mengaku muslim Renungkan firman Allah Ta’ala:

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ْ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. makaberbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang LEMAH-LEMBUT, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. [At-Thoha:43-44]

JELAS… AKU (ENGKAU) TIDAK SEBAIK NABI MUSA DAN ENGKAU (AKU) TIDAK SEBURUK FIR’AUN

Tidak layak bagi seseorang yang mengaku muslim tetapi suka dan hobi berdebat dan berkata-kata kasar, apalagi ditambah dengan bumbu caci-maki bahkan kotor. Padahal ajaran Islam tidak mengejarkan hal seperti ini. 

Ajaran islam mengajarkan berdebat (baca: berdiskusi) dengan tujuan yang baik yaitu menginginkan kebaikan kepada yang diajak berdiskusi, mengantarkan dan memberitahukan kebenaran. Jika diterima Alhamdulillah, jika tidak, mereka masih saudara se-Islam yang berhak mendapatkan hak-hak persaudaraan, bukan langsung dimusuhi.

Terkadang dalam berdebat ia baru hanya tahu hukumnya saja, tidak mengetahui dan menghapal dalil serta tidak tahu metode istidlal[mengambil dalil]. Jadi yang ada hanya berdebat saling “ngotot” tentang hukum sesuatu. apalagi mengeluarkan katakata yang kasar sampai mencaci-maki dan menyumpah-serapah.

Memang ada yang sudah hapal dalilnya dan mengetahui metodeistidlal , akan tetapi ia tidak membaca situasi dakwah, siapa objek dakwah, waktu berdakwah ataupun posisi dia saat mendakwahkan.

Dan ada juga yang berdebat karena ingin menunjukkan bahwa ia ilmunya tinggi, banyak menghapal ayat dan hadist, mengetahui ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.

Memang saat itu kita menang dalam berdebat karena manhaj ilmiyah. Akan tetapi tujuan berdakwah dan nasehat tidak sampai. Orang tersebut sudah dongkol atau sakit hati karena kita berdebat dengan cara yang kurang baik bahkan menggunakan kata-kata yang kasar. Hatinya tidak terima karena merasa sudah dipermalukan, akibatnya ia gengsi menerima dakwah. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ،

“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. [HR. Muslim 55/95]

Yang dimaksud dengan nasehat adalah mengkhendaki kebaikan. Jadi bukan tujuannya menunjukan kehebatan berdalil dan menang dalam berdebat.

Mengenai suka berdebat para nabi dan salafus shalih sudah memperingatkan kita tentang bahayanya. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata kepada anaknya:

يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ “

 “Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi, cetakan pertama, Darul Rusdi Riyadh, Asy-syamilah]

@Pogung Dalangan,  Yogyakarta Tercinta

Penyusun:   Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com


http://muslimafiyah.com/aku-bukanlah-musa-dan-engkau-juga-bukanlah-firaun.html

__
Telegram (klik): bit.ly/muslimafiyah
Broadcast WA muslimafiyah: 0895351217650
(Simpan nomornya, Kirim Pesan via WA ا:
[Nama Lengkap-Kota]
Direkap tiap hari Ahad)

No comments:

Post a Comment